BazarKPKC Aksi Belarasa (Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan) Makanan, Minuman sehat, dan Aneka Tanaman dan stand-stand lainnya Minggu, 17 November 2019, pk 08.15 - 14.00 di Halaman Proficiatatas Hari Ulang Tahun ke-103 RS St. Carolus Jakarta, semoga semakin berkembang dalam pelayanan yang didasari semangat kasih dan pembaharuan #rsstcarolusjakarta #hut #ulangtahun #rumahsakit Harianjogjacom, JOGJA--Perayaan Syukur Puncak Jubilee 100 Tahun Suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus (CB) Hadir di Indonesia bertajuk Setia Misi Membangun Negeri digelar dengan berbagai acara.Salah satunya peluncuran dua buah buku yang mencatat sejarah pengabdian suster CB dari masa ke masa yang ditulis oleh orang-orang berbeda keyakinan atau lintas iman. Pertolonganyang dilakukan Suster Zita CB kepada mereka yang membutuhkan dengan memberikan dukungan secara morel maupun materi. "Kami mendekati mereka dengan cinta kasih," ungkapnya. Sebelum mengabdi di NTT, Suster Zita CB juga pernah ditempatkan di kota-kota lain, seperti Bandung, Jawa Barat, dan Sorong, Papua. . Liefdezusters van den Heiligen Carolus Borromeus CB Sejarah Didirikan oleh Elizabeth Gruters 1789 ~ 1864 pada tgl. 29 April 1837 di Maastrich, Nederland. Karya di Keuskupan Agung Jakarta Karya kesehatan RS Carolus yang berpusat di Maastricht, Nederland adalah pintu masuk kehadiran kongregasi CB ke Indonesia. Atas permintaan Mgr. Luypen SJ, Vikaris Apostolik Batavia, yang pada waktu itu membawahi seluruh Nusantara, kongregasi CB datang ke Indonesia. Pastor Luypen SJ menyatakan kesanggupan untuk menanggung biaya hidup selama 1 tahun bagi para suster CB yang datang dari Belanda. 2 September 1915, kontrak antara Badan Pengurus Perkumpulan St. Carolus yang diwakili Muder Lucia Nolet CB Pemimpin umum Kongregasi disahkan oleh Mgr. Luypen SJ dan Mgr. Jan Schrijnen Uskup Roermond, yang membawahi kongregasi CB di Maastricht sebagai cikal bakal pendirian RS Carolus di Indonesia. Untuk mengawali karya di Indonesia diutus 10 suster yang menyerahkan hidupnya dengan penuh cinta . Dalam suasana PD I, mereka berangkat pada tgl 22 Juni 1918. Setelah menempuh perjalanan selama 107 hari, menempuh samudera Atlantik ke New York, lalu ke Yokohama, mengarungi laut yang penuh ranjau perang dan bahaya badai, akhirnya tibalah para suster tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok pada tgl 7 Oktober 1918. Pada masa awal, mereka diterima dengan hangat oleh para Suster Ursulin di Biara Jl. Pos, Jakarta Pusat, selama 3 bulan. Setelahnya pada 25 Oktober 1918, para suster CB pindah ke Biara CB di Jl. Salemba No. 37 Jakarta Pusat. RS. Carolus diberkati pada tgl 22 Januari 1919 dengan kapasitas 40 tempat tidur. Seiring dengan semakin berkembangnya RS, pada tahun 1920 dibukalah Pendidikan Perawat dan Kebidanan. RS Carolus saat ini berkapasitas 464 tempat tidur, diantaranya 30% disediakan bagi kaum miskin. Pada tahun 1966 pelayanan kesehatan berkembang sampai ke Tanjung Priok bagi masyarakat miskin disana. “Preferential option for the poor” sungguh terlaksana sebagai perwujudan semangat Bunda Elizabeth. Setelahnya pada tahun 1976, Kongregasi CB semakin memperluas Pelayanan Kesehatan yakni dengan terlibat langsung melalui karya di RS Atma Jaya Jakarta. Novisiat pertama dan karya pendidikan Dalam perkembangan selanjutnya Suster-suster CB berhasil menarik minat para gadis Indonesia pribumi untuk bergabung dalam kongregasi. Untuk itulah dibuka Novisiat pertama di tahun 1933 di komplek RS St. Carolus. Pada tahun 1934, Novisiat pindah ke Yogyakarta dengan pertimbangan Jakarta bukan tempat yang baik untuk Novisiat. Namun pada tahun 1953, muncul kebutuhan untuk membuka Novisiat di Jakarta lagi. Menggunakan tanah milik KAJ di Jl. Sungai Sambas III/7 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan didirikan Novisiat II. Berbarengan dengan itu 2 Novis mendapat tugas mengajar di SD Strada milik Paroki Blok B dan SD, SMP di Blok Q. pada tahun 1957, Kongregasi CB mendapat tawaran untuk mengambil alih sekolah-sekolah tersebut, namun hal itu baru terlaksana pada tahun 1959. Karena sekolah-sekolah tersebut bernaung dibawah Yayasan Tarakanita, maka kemudian sekolah-sekolah tersebut dinamakan sekolah-sekolah Tarakanita yakni SD Tarakanita 1 & 2, SMP Tarakanita 1. Sekolah Tarakanita semakin berkembang, yakni dengan pendirian SMA Tarakanita 1 Pulo Raya pada tahun 1962 atas permintaan Mgr. Djajasepoetra SJ, SMEA dan LPK Tarakanita pada tahun 1968, SD Tarakanita Simprug di tahun 1970, dan ditempat yang sama TK Tarakanita pada tahun 1976, TK ~ SMA Tarakanita di Pluit pada tahun 1974, TK~ SMP Tarakanita di Rawamangun sekaligus pendirian biara Rawamangun di tahun 1986, TK ~ SMP Tarakanita Citra Raya di tahun 1995, dan yang terbaru adalah SD ~ SMA di Gading Serpong- Tangerang pada tahun 2004 Karya lainnya Selain karya Kesehatan dan pendidikan diatas, Kongregasi CB juga berkarya dalam bidang lain-lainya Komunitas Tanjung Priok karya Pastoral melalui pelayanan bagi orang miskin melalui Yayasan Pelita Kasih sejak tahun 1969 atas permintaan Mgr. Djajasepoetra SJ . Komunitas Wisma Samadi Klender berbagai kegiatan pendalaman hidup/retret, pendidikan agama sejak tahun 1967 atas permintaan Mgr. Djajasepoetra SJ . Komunitas Muara Karang Karya Pastoral melalui pelayanan kesehatan Usaha Kesehatan Masyarakat di Kel. Penjaringan, Katekese di Paroki, Pendirian Koperasi, karya Sosial kunjungan orang sakit dan bantuan bagi masyarakat miskin. Komunitas Civita Pembinaa kaum muda melalui retret dan pendalaman iman lainnya sejak tahun 1974 atas permintaan Mgr. Leo Soekoto SJ Spiritualitas Karisma Cinta tanpa Syarat dan berbela rasa dari YESUS KRISTUS yang Tersalib. Visi Yang miskin, yang tersisih dan menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan ALLAH. Misi Mengambangkan relasi yang mendalam dengan KRISTUS dalam sikap hidup kontemplatif dan terus menerus berkreasi. Menanggapi tantangan zaman dalam kegembiraan dan kesderhanaan, keberpihakan bagi mereka yang menderita karena ketidakadilan dan berkesesakan hidup Jumlah yang berkarya di wilayah Gereja St. Odilia 3 suster Para suster CB asal Indonesia dan suster CB dari Generalat CB di Maastricht datang berkunjung ke biara Kongregasi ADM di Sittard dan nyekar di makam Sr. Seraphine, Ibu Pendiri Kongregasi ADM. Dok. Sr. Theresina CB SUDAH hampir sebulan ini, 15 orang suster senior Kongregasi Suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus CB asal Indonesia telah banyak bepergian dengan mengunjungi kota-kota penting di Negeri Belanda. Terjadi dalam rangka program ziarah rohani “napak tilas” jejak-jejak sejarah Kongregasi Suster CB. Tentu saja, kunjungan istimewa ini juga menuju ke Maastricht di mana Generalat CB berada. Kunjungan istimewa ke Sittard – Generalat Kongregasi Suster ADM Beberapa hari lalu, disertai sejumlah suster dari Generalat CB di Maastricht, ke-15 suster CB Indonesia ini datang berkunjung dan bersilahturahmi dengan para suster Kongregasi Amalkasih Darah Mulia ADM di Sittard di mana Generalat Kongregasi ADM berada. “Kami pergi ke Sittard ditemani para suster Generalat CB yakni Pemimpin Umum Sr. Rosaria CB, dua anggota Generalat Bestuur yakni Sr. Sofia CB dan Sr. Dwina, lalu Sekretaris Generalat Bestuur Sr. Francis CB,” tulis Sr. Theresina “Oshin” CB menjawab dari Maastricht, Negeri Belanda, Kamis 25/8/2022 pagi. Perjalanan kunjungan ke Generalat Kongregasi ADM di Sittard ini terjadi, kata Sr. Theresina CB, sebelum rombongan sebentar lagi akan segera pulang ke tanahair Indonesia. Perjalanan panjang dari berbagai daerah di mana para suster CB itu hidup bersama komunitasnya masing-masing menuju Maastricht di Negeri Belanda dalam rangka “napak tilas” sejarah Kongregasi itu sungguh mengesankan. “Kami sungguh dibuat kagum akan sosok dua perempuan hebat yakni Sr. Elisabeth Gruyters dan Sr. Seraphine. Mereka adalah dua sosok pribadi yang murah hati, tangguh, bijaksana dalam Roh,” tulis Sr. Theresina CB, perawat profesional yang kini mengelola RS Panti Nugraha di Pakem, DIY. Wajah-wajah super sumringah para suster CB asal Indonesia dan yang berkarya di Generalat CB Maastricht ketika berkunjung bersilahturahmi dengan para suster Kongregasi ADM di Sittard, Negeri Belanda. Dok. Sr. Theresina CB Punya akar sejarah yang sama Situasi waktu itu sungguh sulit. Mungkin secara emosional begitu istilahnya. Bunda Elisabeth Gruyters 1789-1864 adalah Ibu Pendiri Kongregasi CB. Ia aslinya berasal dari sebuah desa di tepi Sungai Maas bernama Leut di Belgia. Tahun 1821, Elisabeth meninggalkan Leut di Belgia dan pergi ke Maastricht di Negeri Belanda di mana selama bertahun-tahun lamanya ia bekerja sebagai pengurus rumahtangga pada keluarga Nijpels. Kondisi sosial di Maastricht saat itu sungguh ngenes, karena dampak penindasan penguasa Perancis di wilayah Negeri Belanda. Melihat kondisi macam itu, jiwa sosial Bunda Elisabeth lantas mulai “bergolak”. Ia berharap agar sekali waktu di Maastricht nantinya bisa berdiri sebuah biara di mana Tuhan akan diabdi secara tulus ikhlas oleh para suster biarawatinya. Pada Hari Raya Santa Maria Diangkat ke Surga tanggal 15 Agustus 1836, doa dan harapan Bunda Elisabeth Gruyters akhirnya terkabul. Ketika tengah berdoa dengan posisi berlutut di depan patung Maria Bintang Samodra, kenang Bunda Elisabeth, “Aku mendengar persetujuan yang suci dari surga… bahwa keinginan dan harapan itu nantinya akan terjadi”. Demikian kisah ringkas riwayat hidup Bunda Pendiri Kongregasi Suster CB ini sebagaimana tampil di situs resmi tarekat. Ref Sr. Theresina CB bersama kolega suster asal Indonesia Sr. Sofia CB saat berpose di Onder de Bogen Maastricht, Negeri Belanda. Dok. Sr. Theresina CB Napak tilas bersama Kongregasi ADM di Sittard Kita bertanya, mengapa perjalanan napak tilas sejarah Kongregasi CB itu sampai tiba dan mengunjungi Generalat Kongregasi Suster CB. Jawaban itu jelas, karena kedua tarekat religius suster biarawati yang kini sama-sama berpusat di Kota Yogyakarta ini punya sejarah erat. Ibu Pendiri Kongregasi Suster ADM adalah Gertrud Spickermann. Ia lahir di Rheinbach, Jerman, tanggal 30 April 1819. Sebelum mendirikan tarekat religius sendiri yang kemudian mengambil nama Kongregasi ADM, Gertrud Spickermann awalnya masuk tarekat CB pada tanggal 18 Oktober 1842 di Maastricht dan selanjutnya mengambil nama biara sebagai Sr. Seraphine. Bersama enam suster CB lainnya, Ibu Seraphine lantas berkarya di St. Agnetenberg, Plakstraat, Sittard. Ditugaskan merawat orang miskin, orang sakit, dan yatim piatu. Tanggal 18 Juni 1862 berdirilah biara baru dan hal itu mendapat restu Uskup Mgr. Paredis lewat sepucuk surat kepada Ibu Seraphine. Tanggal 24 September 1890, Kongregasi mendapatkan pengesahan kepausan dari Paus Leo XIII dengan tugas istimewa kepada Kongregasi yakni kebaktian terhadap Darah Mulia. Demikian yang menjadi kisah sejarah ringkas Kongregasi Suster ADM sebagaimana tampil di dalam situs resminya. Ref Kunjungan silahturahmi yang menyenangkan dan membahagiakan para suster CB asal Indonesia dan yang berkarya di Generalat CB Maastricht saat mereka datang sowan ke biara Kongregasi Suster ADM di Windraak, Negeri Belanda, akhir Agustus 2022. Sr. Theresina CB Silahturahmi yang membahagiakan Dari sejarah ringkas inilah menjadi masuk akal mengapa rombongan para suster CB dari Indonesia dengan diantara sejumlah suster CB dari Generalat CB Maastricht akhirnya pergi berkunjung ke Sittard. Di satu sisi Bunda Elisabeth Gruyters berharap agar para suster yang telah lama menetap dan tinggal di Sittard bisa ditarik kembali ke Maastricht. Namun pada sisi lain, kondisi riil waktu itu membuka kemungkinan lain. Umat lokal di Sittard dan uskup sungguh-sungguh menghendaki mereka tetap tinggal di Sittard. Akhirnya dalam bimbingan Roh Kudus, dua perempuan bijaksana yakni Bunda Elisabeth dan Ibu Seraphine lalu memutuskan untuk berpisah dan di kemudian lahirlah Kongregasi ADM. Meski telah terjadi pisahan, namun waktu itu para calon-calon suster ADM masih dititipkan untuk dididik di Maastricht oleh Bunda Elisabeth. “Jadi, kisah itu bukanlah sebuah perpisahan yang menyakitkan,” tulis Sr. Theresina CB mengenai motivasi kunjungan napak tilas rombongan suster CB Indonesia ke Windraak. “Kami sungguh merasa sukacita. Menikmati makan siang bersama para suster ADM di Biara Windraak. Mengalami keramahan mereka,” tulis Sr. Theresina CB.

perjalanan suster cb ke indonesia